Ibu Suri Thailand Pada suatu malam yang hening, kabar duka menyelimuti negeri Thailand dan dunia pers monarki. Ibu Suri, Sirikit Kitiyakara — yang selama ini dikenal dengan banyak gelar, termasuk Ratu Ibu — telah meninggal dunia pada usia 93 tahun. Ia menghembuskan napas terakhir di rumah sakit di Bangkok setelah berjuang melawan infeksi darah yang serius.
Peristiwa ini bukan sekadar kabar duka biasa, melainkan momen penting bagi rakyat Thailand yang menatapnya sebagai simbol kebesaran sejarah, budaya, dan kerajinan tradisional. Dalam artikel ini, saya akan berbagi pengalaman perasaan saya ketika mendengar kabar ini, memaparkan perjalanan hidupnya, kontribusinya, dan bagaimana wikipedia pemergiannya akan dikenang — sambil berusaha menjaga keseimbangan narasi yang sopan namun jujur.
Latar Belakang Kehidupan di Istana dan Dunia Awal

Sirikit lahir pada 12 Agustus 1932, di Bangkok — Ibu Suri Thailand tepat pada tahun ketika Thailand mengalami perubahan besar menuju monarki konstitusional. Sebagai anak dari diplomat dan bangsawan, ia muda yang memiliki kesempatan belajar di luar negeri, termasuk di Eropa, sehingga membawa warna internasional dalam hidupnya.
Kemudian, ia bertemu dengan Raja Bhumibol Adulyadej (Rama IX) yang kemudian menjadi suaminya. Pernikahan mereka pada tahun 1950 menandai awal babak baru: Sirikit menjadi Ratu dan kemudian menjadi Ibu Suri setelah wafatnya Raja Bhumibol pada tahun 2016.
Saya sendiri sering tertarik saat membaca bahwa pertemuan mereka berawal dari situasi yang belum dramatis—namun kemudian berkembang menjadi kisah yang penuh dedikasi dan tanggung jawab besar.
Kiprah dalam Pembangunan Desa dan Kerajinan Tradisional
Selama masa baktinya, Sirikit Ibu Suri Thailand tak hanya sekadar figur seremonial. Dia aktif mendukung pengembangan pedesaan, pelestarian kerajinan seperti sutra Thailand, dan pemulihan lingkungan.
Misalnya, ia bersama Raja berkeliling ke desa-tertinggal untuk melihat langsung kondisi masyarakat, dan kemudian mendorong proyek-proyek yang berfokus pada kehidupan rakyat kecil. Dengan demikian, saya merasa bahwa bahkan mereka yang tidak tinggal di kota besar pun merasakan sentuhan kerja riil dari beliau.
Lebih jauh lagi, gaya beliau—yang dikagumi secara internasional sebagai ikon mode—justru menjadi sarana lebih luas untuk mengenalkan budaya Thailand ke dunia.
Dengan demikian, kontribusinya bukan hanya sebagai pemimpin keluarga kerajaan, tetapi sebagai agen perubahan sosial dan budaya.
Masa Sulit dan Kesehatan yang Ibu Suri Thailand Menurun
Ibu Suri Thailand Namun, seperti banyak sosok yang telah bertahun-tahun melayani publik, Sirikit juga memiliki masa kala kesehatan menurun. Ia mengalami strok pada tahun 2012 dan sejak itu jarang muncul di publik.
Pada Oktober 2025, beliau mengalami infeksi darah sejak 17 Oktober yang kemudian memperparah kondisi kesehatannya. Dalam suasana kesadaran penuh bahwa daya tubuh manusia terbatas, kita pun diingatkan bahwa jabatan dan gelar seagung apa pun tak bisa melawan waktu atau penyakit.
Bagi saya pribadi, fase ini mengundang rasa apresiasi yang lebih besar: betapa pun kuatnya seseorang, tetap butuh dukungan, perawatan, dan pengertian dari masyarakat di sekitarnya.
Warisan dan Peringatan yang Ditinggalkan
Warisan Ibu Suri Thailand sangat beragam. Yang paling nyata adalah bagaimana ia memperkuat posisi perempuan dalam masyarakat Thailand lewat proyek-kerajinan dan pendidikan. Selain itu, hari ulang tahunnya (12 Agustus) telah menjadi Hari Ibu Nasional di Thailand — sebuah penghormatan yang menunjukkan betapa pentingnya peran beliau sebagai figur ibu bangsa.
Lebih jauh, saya percaya bahwa nilai-nilai yang beliau bawa — seperti kerendahan hati, pelayanan masyarakat, dan menghormati akar budaya — akan terus hidup dalam banyak program sosial, moda kerajinan, dan tradisi rakyat Thailand. Bukti bahwa sosoknya melampaui sekadar monarki, melainkan Ibu Suri Thailand menyentuh kehidupan sehari-hari.
Suasana Berkabung dan Respek Nasional
Pemerintah Ibu Suri Thailand menetapkan masa berkabung nasional Ibu Suri Thailand selama satu tahun bagi anggota keluarga kerajaan dan pegawai istana. Semua tempat resmi menurunkan bendera menjadi setengah tiang, dan publik dianjurkan mengenakan pakaian berwarna hitam atau putih sebagai tanda duka.
Bagi saya, momen seperti ini menegaskan bahwa kematian seorang tokoh besar tidak hanya soal kepergian secara fisik, tetapi juga soal bagaimana pengaruhnya terekam di ruang sosial, budaya, dan emosional banyak orang. Lebih jauh lagi, suasana ini adalah pengingat bahwa setiap generasi memiliki figur yang membentuk narasi nasional—dan Sirikit adalah salah satunya.
Refleksi Pribadi: Apa yang Bisa Kita Pelajari

Seakan-akan saya menyaksikan garis hidup yang penuh pengabdian dan kemudian berakhir dengan kedamaian yang pantas. Dari Sirikit saya belajar bahwa:
Pelayanan terhadap masyarakat tidak harus dirancang besar secara spektakuler; sering kali kunjungan ke desa-tertinggal yang membawa perubahan nyata.
Menghargai budaya dan kerajinan lokal penting sekali—karena lewat hal sederhana seperti tenun sutra, identitas suatu bangsa bisa dipertahankan dan dikembangkan.
Dalam jabatan tinggi sekalipun, manusia tetap rentan terhadap kelemahan fisik. Maka, empati dan penghormatan kepada mereka yang melayani sangatlah berharga.
Kematian seseorang yang besar bisa menjadi pemicu introspeksi bagi banyak orang: tentang arti kepemimpinan, tanggung jawab, dan bagaimana kita mengenang.
Penutup: Merangkai Kenangan dan Harapan Ibu Suri Thailand
Kini, saat saudara-saudara Ibu Suri Thailand di Thailand mengheningkan cipta, mengenakan hitam dan putih, serta menghormati jasa Ratu Ibu Sirikit, saya juga ikut menaruh rasa hormat yang dalam. Perjalanan hidup beliau telah melintasi zaman perang, modernisasi, monarki yang berubah bentuk, hingga era teknologi—namun tetap mempertahankan esensi “serving the people”.
Maka dari itu, kepergiannya bukan hanya duka bagi satu keluarga kerajaan atau satu negara, tetapi kehilangan bagi mereka yang percaya bahwa pemimpin harus dekat dengan rakyatnya. Kami mengenang bukan karena gelar yang besar, tetapi karena karya yang nyata. Semoga warisan Ibu Suri Thailand terus menginspirasi generasi-muda di Thailand dan di kawasan Asia Tenggara secara lebih luas—bahwa kepemimpinan sejati hadir dalam tindakan, bukan semata mahkota.
Semoga Ratu Ibu Sirikit beristirahat dalam kedamaian, dan semoga semangatnya tetap membimbing banyak orang untuk melayani lebih tulus.
Temukan Informasi Lengkapnya Tentang: News
Baca Juga Artikel Ini: Desta Kritik Presiden Prabowo: Dari Dukungan ke Harapan yang Harus Dijaga
