Pertama kali sampai di bukit siguntang, mata saya langsung disambut hamparan hijau lembut yang menenangkan. Travel Bukitnya gak tinggi-tinggi amat—sekitar 30 meter—tapi view-nya ngeluarin aura damai.
Di sore hari, sinar matahari lembayung bikin langit berubah oranye kemerahan. Saya duduk di bawah pohon beringin tua, sambil ngopi sachet, dan cuma bengong lihat aliran Sungai Musi yang berkilau. Kadang ada perahu nelayan lewat—nambah dramatis foto, deh.
Keindahan alami plus atmosfer tenang bikin saya lupa sama kebisingan kota. Ada beberapa spot batu besar yang cocok buat piknik kecil-kecilan. Hati-hati, jalur setapak kadang licin saat hujan; saya pernah terpeleset—untung cuma lutut lecet.
Mengapa Bukit Siguntang Menjadi Objek Wisata?
Bukit Siguntang bukan sekadar bukit biasa. Sejak zaman Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7), bukit ini dipercaya makam leluhur para raja. Jadi, nilai sejarahnya tinggi. Kepercayaan lokal—bahwa orang besar di masa lampau dimakamkan di sini—membuat banyak orang penasaran traveloka.
Selain itu, letaknya strategis: cuma 5 kilometer dari pusat kota Palembang. Bisa dicapai naik ojek online atau kendaraan pribadi dalam 15–20 menit. Lokasi yang mudah dijangkau plus tiket masuk gratis? Siapa sih yang gak suka?
Tempat ini juga sering dipakai foto prewedding, syuting sinetron, atau sekadar gathering komunitas. Energi positif dan aura mistisnya malah jadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Daya Tarik Utama Bukit Siguntang
Makam Raja dan Batu Petirtaan
Saya sempat “ngulik” sendiri—ada sekitar tujuh makam utama di puncak bukit, dikelilingi batu besar. Konon, dulunya ada petirtaan (kolam suci) untuk ritual kerajaan. Airnya diyakini bisa menyembuhkan.Spot Foto Instagramable
Banyak sudut “hidden gem”: cerukan batu yang membentuk semacam bangku alami, atau jembatan kayu mini yang menjorok ke jurang kecil. Saya bahkan dapet ratusan likes waktu posting—btw itu bukan sombong ya, cuma bukti spot-nya keren!Pemandangan Sungai Musi dari Ketinggian
Satu hal yang bikin saya speechless: panorama kapal tongkang dan jembatan Ampera dari atas. Waktu senja, siluet Ampera terlihat dramatis, hampir kayak adegan film.Kesejukan Udara Pagi
Kalau datang sebelum jam 9 pagi, suasana dingin plus embun menempel di daun membuat mood jadi fresh. Saya pernah jogging ringan di sini, baru pulang rasa pegal—eh jadi semangat lagi!
Akses Menuju Bukit Siguntang
Dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II:
Naik taksi bandara sekitar 300–350 ribu rupiah, lalu minta turun di basecamp Bukit Siguntang. Kalau hemat, naik DAMRI ke Pasar Cinde (sekitar 15K), kemudian ojek online ketika lagi sepi.Dari pusat kota:
Ojek online: 15–25 ribu rupiah.
Angkot: jurusan Sako–Jakabaring, turun di jalan Lintas Timur, lanjut jalan kaki 800 meter.Parkir:
Area parkir sederhana di kaki bukit, muat sekitar 30 motor dan 5 mobil kecil. Kadang penuh di akhir pekan—jadi saya sampai jam 7 pagi biar aman.Jam Operasional:
Bukit Siguntang dibuka 24 jam, tapi sebaiknya kunjungi jam 06.00–18.00 untuk keamanan dan pemandangan maksimal.
Review Pengalaman Pribadi
Saya datang tiga kali:
Kunjung Pertama: Datang siang bolong. Panasnya minta ampun, jalur berbatu bikin napas ngos-ngosan. Pelajaran: bawa sunblock dan topi, yuk!
Kunjungan Kedua: Sore hari. Lebih adem, cahaya sunset juara. Foto-foto sampai gelap. Eh, trotoar jadi licin, saya nyaris jatuh. Untung bawel main HP, jadi pegangan!
Kunjungan Ketiga: Pagi buta. Cuma saya dan beberapa pendaki lain. Suasana mistis terasa kental. Ada suara gemerisik daun, rasanya seperti “dipanggil” ke masa lampau Sriwijaya. Menyenangkan sekaligus menegangkan.
Secara keseluruhan, Bukit Siguntang layak dikunjungi untuk:
Wisata sejarah ringan
Foto “Instagram-worthy”
Olahraga ringan
Refleksi diri di alam terbuka
Tips Mengunjungi Bukit Siguntang
Pakailah Sepatu yang Nyaman:
Hindari sendal jepit—jalur batu dan tanah terkadang curam.Bawa Air Minum dan Camilan:
Gak ada warung di puncak, kecuali pedagang kecil di kaki bukit.Gunakan Sunblock dan Topi:
Kalau datang tengah hari, sinar matahari langsung.Datang di Waktu Tepat:
Pagi (06.00–09.00) untuk udara sejuk; sore (16.00–18.00) untuk sunset.Hormati Kearifan Lokal:
Ikuti aturan area makam: jangan berisik, tinggalkan sampah pada tempatnya.Ajak Teman atau Keluarga:
Selain seru-seruan bareng, ada yang bantu pegang tas dan motoin.Siapkan Powerbank:
Foto-foto terus—baterai cepat habis, lho!Perhatikan Cuaca:
Kalau mendung gelap dan gerimis, jalur bisa licin. Lebih aman tunda kunjungan.
Misteri dan Cerita Mistis di Balik Bukit Siguntang
Oke, jadi begini… waktu saya ngobrol sama seorang penjaga kebersihan di lokasi (beliau udah kerja lebih dari 10 tahun di situ), beliau bilang banyak banget cerita-cerita aneh yang beredar. Bukan buat nakut-nakutin, ya, tapi justru nambah aura “mistis agung” dari tempat ini.
Salah satu ceritanya tentang suara gamelan yang kadang terdengar samar-samar dari balik pepohonan, terutama malam Jumat. Katanya itu suara perayaan dari arwah kerajaan Sriwijaya. Saya sih belum pernah denger langsung (dan jujur, gak pengin juga tengah malam ke sana sendirian!), tapi yang bikin menarik adalah bahwa warga sekitar benar-benar percaya.
Mitos lainnya, ada sosok perempuan tua berbaju putih yang sering menampakkan diri duduk di atas batu besar. Anehnya, sosok itu gak ganggu—cuma duduk dan melamun. Beberapa pengunjung katanya pernah lihat. Saya? Alhamdulillah belum, cukup denger aja ya
Walau terdengar seram, semua cerita ini justru jadi bagian dari daya tarik spiritual Bukit Siguntang. Banyak juga yang datang untuk meditasi atau mencari “ketenangan batin.” Bahkan saya sempat ketemu sekelompok mahasiswa yang sedang riset tentang energi spiritual di tempat-tempat bersejarah, dan mereka bilang Bukit Siguntang itu punya frekuensi tertentu yang beda dari tempat lain.
Nilai Sejarah dan Budaya yang Luar Biasa
Sebagai orang Indonesia, saya merasa kadang kita terlalu fokus sama wisata modern dan melupakan warisan sejarah. Bukit Siguntang ini bisa jadi pengingat bahwa nenek moyang kita tuh bukan cuma petani dan nelayan biasa—mereka pernah memimpin kerajaan maritim besar bernama Sriwijaya!
Dari bukit inilah dipercaya para penguasa memandang sungai dan wilayah kekuasaannya. Jadi saya suka ngebayangin… gimana rasanya jadi raja zaman dulu, berdiri di atas bukit, mengamati kapal dagang datang dari India atau Tiongkok lewat Sungai Musi. Keren banget, kan?
Di sekitar area makam juga ada prasasti dan batu nisan dengan tulisan kuno, yang sayangnya gak semua orang perhatikan. Menurut saya, ini kayak museum terbuka yang underrated banget. Coba deh bayangin: kamu berdiri di atas tanah yang udah dipijak ribuan tahun lalu oleh tokoh besar. Itu bukan sekadar rekreasi—itu pengalaman spiritual dan intelektual juga.
Penutup
Dari pengalaman “nyaris tenggelam” dalam drama matahari terbenam sampai napas ngos-ngosan di tanjakan batu, Bukit Siguntang tetap jadi salah satu destinasi favorit saya di Palembang. Dengan nilai sejarah tinggi, pemandangan memukau, dan akses mudah, kamu wajib sempatkan mampir. Semoga cerita ini membantu—selamat menjelajah, dan jangan lupa share ceritamu juga!
Selamat liburan, Sobat Jelajah!
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Kebun Binatang Bandung: Surga Edukasi dan Wisata Keluarga di Tengah Kota disini