Jujur ya, dulu waktu denger kata “Pilates”, yang kebayang itu semacam yoga-yogaan yang ribet. Aku mikirnya cuma buat selebgram atau orang yang punya waktu luang segudang. Eh, ternyata aku salah besar.
Pertama kali coba Sports Pilates itu bukan karena niat olahraga. Tapi karena punggung bawahku mulai sering sakit setelah duduk lama kerja di depan laptop. Temanku, si Mita yang udah langganan kelas yoga, bilang coba aja Pilates. Katanya, ini bisa bantu memperbaiki postur dan bikin otot-otot stabil. Awalnya ogah-ogahan, tapi aku cobain juga. Dan… serius deh, itu jadi keputusan terbaik di hidupku dalam hal kesehatan.
Apa Sih Sebenarnya Pilates Itu?
Oke, jadi buat yang masih mikir Pilates itu yoga, mari kita luruskan dulu Wikipedia.
Pilates itu metode latihan yang diciptakan oleh Joseph Pilates sekitar awal abad ke-20. Fokusnya bukan cuma keringetan atau ngeluarin kalori doang, tapi lebih ke kontrol tubuh, pernapasan, postur, dan keseimbangan. Bedanya sama yoga, kalau yoga lebih spiritual dan fleksibilitas, Pilates lebih ke core strength dan stabilitas.
Yang keren, kamu nggak perlu alat mahal. Cukup matras, dan badanmu sendiri. Tapi kalau ikut kelas studio, biasanya ada alat bantu seperti reformer—semacam ranjang dengan pegas yang bisa disetel tingkat resistensinya. Tapi buat pemula? Di rumah juga bisa kok!
Gerakan Pilates dan Tips Biar Nggak Keseleo
Nah, bagian ini yang penting: teknik dan postur itu segalanya dalam Pilates. Salah posisi dikit aja, bisa bikin cedera, dan efeknya malah nggak maksimal. Aku pernah tuh salah posisi waktu latihan “The Hundred”—gerakan pembuka Pilates—dan alhasil, leherku kaku dua hari.
Berikut tips dari aku biar kamu aman dan dapet hasil maksimal:
Mulai dari dasar. Jangan langsung ikut video “Pilates Intermediate” di YouTube. Cari yang beginner-friendly dulu.
Fokus ke napas. Dalam Pilates, napas bukan cuma ngisi paru-paru. Itu juga buat bantu ngontrol otot.
Nggak usah buru-buru. Ini bukan HIIT. Gerakannya lambat, tapi butuh fokus dan stabilitas.
Gunakan core-mu. Jangan hanya gerakin tangan dan kaki. Rasain kerja otot perutmu, itu inti dari Pilates.
Kaca itu temanmu. Kalau latihan di rumah, usahakan ada kaca. Biar bisa lihat postur sendiri.
Jangan lupa pemanasan dan pendinginan. Aku pernah males pemanasan, dan otot paha bagian dalam malah ketarik. Sakitnya nggak lucu.
Gerakan favoritku? “Rolling Like a Ball.” Lucu, gampang, tapi efektif buat ngasah keseimbangan.
Manfaat Pilates yang Aku Rasain di Kehidupan Sehari-hari
Ini bukan iklan ya, tapi beneran terjadi. Setelah rutin Pilates 3x seminggu selama dua bulan:
Posturku membaik. Biasanya duduk pasti bungkuk. Sekarang lebih tegak alami.
Punggung dan leher nggak sering sakit. Apalagi buat yang kerja di depan komputer, ini life-saving!
Perut lebih rata. Nggak six-pack sih, tapi celana kerja yang dulunya sempit, sekarang lebih longgar.
Lebih sadar tubuh. Ini yang nggak pernah aku pikirin sebelumnya. Sekarang aku bisa ngerasain kalau bahuku mulai naik saat stres, dan aku bisa kontrol buat rileksin lagi.
Pernapasan lebih dalam dan stabil. Ini efeknya gede ke tidur dan konsentrasi.
Yang paling aku suka? Aku jadi lebih sabar. Gerakan yang lambat dan butuh fokus bikin pikiranku lebih present. Kayak meditasi versi aktif.
Apa yang Bikin Pilates Jadi Favorit Banyak Orang?
Menurutku sih, ini beberapa alasannya:
Nggak butuh alat ribet. Bisa di rumah, bisa di studio.
Bisa semua usia. Aku pernah latihan bareng ibu-ibu 50-an, dan mereka enjoy banget.
Low impact. Nggak bikin lutut nyeri kayak lari.
Cepat terasa hasilnya. Serius, dalam dua minggu aja, badan udah terasa beda.
Terapi plus olahraga. Banyak gerakan olahraga ini yang juga dipakai dalam fisioterapi. Jadi beneran aman asal dilakukan dengan benar.
Dan yang lucu, semakin aku tekuni, makin banyak yang nanya. “Eh, kamu olahraga apa sih sekarang? Kok badannya kok lebih segar aja?” Hahaha. Bangga dong, jawabnya, “Pilates.”
Keunikan dari Pilates yang Jarang Disadari
Buatku, Pilates itu seperti gabungan antara olahraga dan pelajaran tentang tubuh sendiri. Banyak banget yang nggak kita sadari tentang cara kita berdiri, duduk, atau jalan. Di Pilates, semua itu diperbaiki dari dalam.
Satu hal unik dari olahraga ini: mind-muscle connection. Kita nggak cuma gerak, tapi juga dilatih buat sadar otot mana yang sedang aktif. Makanya, gerakan yang kelihatannya gampang, kayak leg raise, bisa terasa ngos-ngosan banget kalau dilakukan dengan teknik yang benar.
Dan jujur aja, ini juga salah satu olahraga yang bikin aku lebih aware soal gaya hidup. Makin sadar pola makan, waktu tidur, bahkan emosi. Karena buat bisa latihan optimal, semua itu ternyata saling berhubungan.
Kalau Mau Mulai, Ini Rekomendasiku
Kalau kamu tertarik nyoba olahraga ini, ini rekomendasi dari aku:
Cari kelas online yang cocok. Ada banyak banget di YouTube. “Move With Nicole” dan “Jessica Valant” favoritku.
Ikut kelas studio seminggu sekali. Kalau ada waktu dan dana, ikut kelas langsung akan bantu koreksi postur.
Gunakan matras tebal. Matras yoga biasa bisa terlalu tipis, bikin tulang ekor sakit.
Latihan rutin. Nggak usah tiap hari, tapi konsisten. Tiga kali seminggu cukup buat mulai.
Dan satu hal yang harus kamu inget: jangan bandingin dirimu sama orang lain. Aku dulu mikir, “Kok dia bisa angkat kaki lurus gitu sih?” Padahal setiap tubuh beda fleksibilitasnya. Nikmati prosesnya aja.
Pilates Nggak Perlu Sempurna, yang Penting Jalan
Sekarang, Pilates udah jadi bagian dari rutinitas hidupku. Nggak selalu mulus. Kadang malas, kadang ngerasa nggak ada perubahan. Tapi percaya deh, ini investasi kecil yang hasilnya nyata.
Kalau kamu pengin olahraga yang nggak bikin trauma lutut, bisa dilakuin di rumah, dan tetap ngasih hasil maksimal—coba deh Pilates. Aku bukan instruktur profesional, tapi dari pengalaman pribadi, ini worth it banget.
Kalau kamu udah coba Pilates juga, yuk share cerita kamu. Siapa tahu kita bisa saling semangatin.
Perjalanan yang Nggak Selalu Mulus (Kadang Mau Nyerah Juga, Sih)
Jujur, nggak semua hari itu semangat 100% buat latihan. Ada kalanya aku buka matras, baru lima menit udah mikir, “Kenapa sih aku nyiksa diri gini?” Apalagi kalau baru nyobain gerakan baru kayak “Teaser” atau “Saw”—yang kelihatannya simpel tapi prakteknya… bikin ngos-ngosan dan frustrasi.
Ada satu waktu aku vakum dua minggu karena sibuk kerja. Pas balik latihan lagi, semua gerakan jadi kerasa berat. Rasanya kayak balik ke awal. Tapi itulah pelajarannya: konsistensi lebih penting daripada intensitas.
Nggak usah nunggu motivasi buat mulai. Kadang cukup disiplin kecil: buka matras, buka video, dan mulai aja. Setelah lima menit, biasanya badan udah ikut gerak sendiri. Dan yang penting, jangan terlalu keras ke diri sendiri. Progress tiap orang beda. Kalau hari ini cuma bisa setengah sesi, ya nggak apa-apa. Yang penting terus jalan.
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Skipping Rope: Olahraga Murah Meriah yang Bikin Badan Rasa Atlet disini