Perang Melawan Narkoba Gue inget banget pertama kali dengar istilah War on Drugs — kedengarannya kayak film action tahun 80an. Tapi makin gue dalemin, makin ngeri. Ini bukan sekadar kampanye. Ini strategi nasional yang udah berjalan puluhan tahun, dan hasilnya? Ya, kalau boleh jujur… lebih banyak kerusakan daripada perbaikan.
Gue gak mau cuma lempar data dan statistik di sini. Gue pengen cerita dari sisi orang awam yang awalnya percaya aja sama kebijakan ini, tapi makin lama makin sadar banyak yang salah arah.
Perang Melawan Narkoba di AS: Kenapa Gagal dan Apa yang Bisa Kita Pelajari
Awal Mula Perang Melawan Narkoba — Niat Baik, Eksekusi Bikin Miris
Perang Melawan Narkoba Kalau kita mundur ke era 1970-an, Presiden Richard Nixon resmi mendeklarasikan “perang melawan narkoba” sebagai respons terhadap meningkatnya penggunaan narkoba, terutama heroin dan mariyuana. Gue bisa paham ya, niat awalnya mungkin baik: menyelamatkan masyarakat, terutama generasi muda, dari kehancuran akibat narkoba.
Tapi masalahnya, dari awal pendekatannya udah berat ke kriminalisasi, bukan rehabilitasi.
Alih-alih fokus ke penyembuhan pengguna, pemerintah malah ngejar-ngejar mereka kayak kriminal kelas berat. Bukan cuma bandar yang ditangkep, tapi juga pemakai yang kadang baru nyentuh sekali dua kali — langsung masuk penjara.
Dan yang bikin tambah parah? Kebijakan ini dengan cepat jadi alat politik dan bahkan rasial.
Ketika Penjara Jadi Solusi Utama
Gue sempat baca laporan dari The Sentencing Project, dan bener-bener bikin mikir. Di tahun 1980-an sampai 1990-an, jumlah orang yang dipenjara karena pelanggaran narkoba naik drastis. Kebijakan seperti “mandatory minimum sentences” bikin orang bisa dipenjara puluhan tahun hanya karena ketahuan bawa narkoba dalam jumlah kecil.
Gue gak bilang semua pengguna itu korban, tapi banyak dari mereka emang butuh bantuan, bukan hukuman.
Dan ini fakta yang pahit: sebagian besar yang kena dampak paling berat dari kebijakan ini adalah komunitas kulit hitam dan Latino. Walaupun tingkat penggunaan narkoba antar ras hampir sama, komunitas minoritas justru yang paling banyak ditangkap dan dipenjara.
Gue gak bisa bohong, awalnya gue pikir “ya wajar lah, hukum ditegakkan.” Tapi semakin tahu konteksnya, semakin terasa ada yang gak adil.
Narkoba Masih Ada, Bahkan Lebih Parah
Salah satu ironi paling besar dalam Perang Melawan Narkoba adalah: meski udah miliaran dolar dihabiskan, narkoba tetap ada. Bahkan sekarang jenisnya makin macem-macem dan makin mematikan — fentanyl contohnya.
Gue baca kisah nyata seorang ibu di Ohio yang anaknya meninggal karena overdosis fentanyl. Dia bilang anaknya dulu pemakai ringan, tapi karena susah dapat bantuan rehabilitasi yang terjangkau, akhirnya keterusan, dan meninggal. Gue gak kenal dia, tapi ceritanya bikin gue mikir keras.
“Gimana bisa perang melawan narkoba berjalan puluhan tahun, tapi overdosis justru jadi epidemi nasional?”
Ternyata jawabannya: karena fokusnya salah dari awal.
Pelajaran Penting dari Kegagalan Ini
Setelah baca, nonton dokumenter, dan ngobrol sama orang yang ngerti lebih dalam soal ini, gue dapet beberapa pelajaran penting:
Kriminalisasi bukan solusi jangka panjang. Pengguna itu seringkali korban trauma, kemiskinan, atau kesehatan mental. Penjara malah memperburuk.
Pendidikan dan pencegahan lebih ampuh. Negara-negara indrabet seperti Portugal berhasil turunkan angka penyalahgunaan narkoba justru karena pendekatannya berbasis kesehatan, bukan hukum.
Rasisme struktural nyata. Perang narkoba jadi alat sistemik untuk menekan kelompok minoritas. Dan ini bukan teori konspirasi — ini udah dibuktikan dalam banyak studi.
Dukungan sosial itu kunci. Program re-integrasi, lapangan kerja, dan akses layanan kesehatan harus diprioritaskan kalau mau keluar dari lingkaran setan ini.
Gue jadi sadar, Perang Melawan Narkoba banyak orang kayak gue dulunya gak paham kompleksitas masalah ini. Kita terlalu gampang percaya narasi “keras pada narkoba” tanpa mikir panjang efek sampingnya.
Haruskah Perang Ini Dihentikan?
Gue gak akan sok tau dengan bilang Perang Melawan Narkoba “gue punya solusinya.” Tapi satu hal yang jelas: model perang melawan narkoba yang udah dipakai puluhan tahun di AS itu gak berhasil.
Yang perlu diganti bukan niat melawan narkoba, tapi caranya.
Kita butuh revolusi pendekatan — dari hukum ke kesehatan, dari menghukum ke menyembuhkan, dari stigma ke empati.
Gue juga sadar, ini bukan hal yang bisa diubah dalam semalam. Tapi tekanan publik, edukasi, dan cerita-cerita nyata bisa jadi pemicu perubahan. Dan itu dimulai dari obrolan kayak gini.
Kita Bisa Belajar dari Kegagalan Mereka
Gue tulis Perang Melawan Narkoba bukan karena sok peduli. Tapi karena gue percaya, cerita-cerita gagal dari negara besar kayak AS harusnya bisa jadi pelajaran buat negara lain — termasuk Indonesia.
Jangan sampai kita ngulang kesalahan yang sama: terlalu fokus pada penjara, terlalu sedikit kasih ruang buat pemulihan. Jangan sampai kita tutup mata pada ketidakadilan sistemik cuma karena “itu aturan.”
Kalau lo sampai sini dan baca semuanya, makasih banget. Gue pengen tahu pendapat lo juga. Pernah lihat atau ngalamin sendiri dampak perang narkoba? Yuk ngobrol, biar kita semua bisa lebih paham, dan semoga lebih bijak.
Baca Juga dengan Aritkel Terkait: Mengenal Pohon Cempedak: Keunikan dan Manfaatnya